This weblog is use for me to share my experience and knowledge thru internet...
This is my weblog
Published on September 6, 2006 By sbabg In Welcome
Abu Dzar Al Ghifari
Kiriman: antusabun pada Rabu, 28 Mei, 2003 - 11:01 PM EET

Ia datang ke Mekah terhuyung-huyung letih tetapi matanya bersinar bahagia..Memang, sulitnya perjalanan dan panasnya telah menyengat badannya dengan rasa sakit udara padang pasir dan lelah, tetapi tujuan yang hendak dicapainya telah meringankan penderitaan dan meniupkan semangat serta rasa gembira dalam jiwanya.

Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah ia seorang yang hendak melakukan thawaf keliling berhala-berhala besar di Ka'bah atau seolah-olah musafir yang sesat dalam perjalanan atau lebih tepat orang yang telah menempuh jarak amat jauh, yang memerlukan istirahat dan manambah perbekalan. Padahal seandainya orang-orang Mekah mengetahui babwa kedatangannya itu untuk menemui Muhammad shallallahu alaihi wasalam dan mendengar keterangannya, pastilah mereka akan membunuhnya! Tetapi ia tak perduli akan dibunuh asal saja setelah melintasi padang pasir luas, ia dapat menjumpai laki-laki yang dicarinya dan menyatakan iman kepadanya. Kebenaran dan da'wah yang diberikan Muhammad shallallahu alaihi wasalam dapat memuaskan hatinya.

Dia terus melangkah sambil memasang telinga, dan setiap didengarnya orang memperkatakan Muhammad shallallahu alaihi wasalam , ia pun mendekat dan menyemak dengan hati-hati; hingga dari cerita yang tersebar di sana-sini, diperolehnya petunjuk yang dapat menunjukkan tempat persembunyian Muhammad shallallahu alaihi wasalam , dan mempertemukannya dengan beliau. Di pagi suatu hari ia pergi ke tempat itu, didapatinya Muhammad shallallahu alaihi wasalam sedang duduk seorang diri. Didekatinya Rasulullah, katanya: "Selamat pagi wahai kawan sebangsa!" "Alaikum salam, wahai shahabat", ujar Rasulullah. Kata Abu Dzar: "Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda!" "Ia bukan sya'ir hingga dapat digubah, tetapi adalah Quran yang mulia!", Ujar Rasulullah. dibacakanlah oleh Rasulullah, sedang Abu Dzar mendengarkan dengan penuh perhatian, hingga tidak berselang lama iapun berseru: "Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh". "Anda dari mana, saudara sebangsa?", tanya rasulullah. "Dari Ghitar'', ujarnya. Maka terbukalah senyum lebar di kedua bibir Rasulullah, sementara wajahnya diliputi rasa kagum dan ta'jub. Abu dzar tersenyum pula, karena ia mengetahui rasa terpendam di balik rasa kagum Rasulullah demi mendengar bahwa orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu, seorang laki-laki dari Ghifar.

Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi tamsil perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tak jadi soal bagi mereka, dan celakalah orang yang kesasar atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam! Sekarang, dikala agama Islam yang baru saja lahir dan berjalan sembunyi-sembunyi, mungkinkah ada diantara orang-orang Ghifar itu seorang yang sengaja datang untuk masuk Islam? Berkatalah Abu Dzar dalam menceritakan sendiri kisah itu: Maka pandangan Rasulullah pun turun naik, tak putus ta'jub memikirkan tabi'at orang-orang Ghifar, lalu sabdanya : "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada yang disukainya!" Benar, Allah menunjuki, siapa yang Ia kehendaki ! Abu dzar salah seorang yang, dikehendaki Allah beroleh petunjuk , orang yang dipilihNya akan mendapat kebaikan Dan memang, Abu Dzar ini seorang yang tajam pengamatannya tentang kebenaran. Menurut riwayat, ia termasuk salah seorang yang menentang pemujaan berhala di zaman jahiliyah, mempunyai kepercayaan akan Ketuhanan serta iman kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Perkasa, maka iapun menyiapkan bekal dan segera mengayunkan langkahnya. Abu Dzar telah masuk Islam tanpa ditunda-tunda lagi.! urutannya dikalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi ia telah memeluk agam itu pada hari-hari pertama, bahkan pada saat-saat pertama agama Islam, hingga keIslamannya termasuk dalam barisan terdepan.

Ketika ia masuk Islam, Rasulullah masih menyampaikan da'wahnya secara berbisik-bisik. Dibisikkannya kepada Abu Dzar begitupun kepada lima orang lainya yang telah beriman kepadanya. Dan bagi Abu Dzar, tak ada yang dapat dilakukannya sekarang selain memendam keimanan itu dalam dada, lalu meninggalkan kota Mekah secara diam-diam dan kembali kepada kaumnya. Tetapi Abu Dzar yang nama aslinya Jundub bin Janadah, seorang radikal dan revolusioner. Telah menjadi watak dan tabi'atnya menentang kebathilan dimanapun ia berada. Dan sekarang kebathilan itu berada dihadapannya serta disaksikannya dengan kedua matanya sendiri.Batu-batu yang ditembok, yang dibentuk oleh para pemujanya, disembah oleh orang-orang yang menundukkan kepala dan merendahkan akal mereka, dan diseru mereka dengan ucapan yang muluk : Inilah kami , kami datang demi mengikuti titahmu! memang, ia melihat Rasulullah memilih cara bisik-bisik pada hari-hari tersebut, tetapi tidak dapat tidak harus ada suatu teriakan keras yang akan dikumandangkan pemberontak ulung ini sebelum ia pergi.

Baru saja masuk Islam, ia telah menghadapkan pertanyaan kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, apa yang saya kerjakan menurut anda?" "Kembalillah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!", ujar Rasulullah. "Demi Tuhan yang menguasai nyawaku", kata Abu Dzar pula, "saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam dalam masjid!" Bukankah telah saya katakan kepada kalian..? Jiwa yang radikal dan revolusioner! Apakah Abu Dzar pada saat terbukanya alam baru secara gamblang, yang jelas terlukis pada Rasulullah yang diimaninya, serta da'wah yang uraiannya disampaikan dengan lisannya, apakah pada saat seperti itu ia mampu kembali kepada keluarganya dalam keadaan membisu seribu bahasa ? Sunguh, hal itu diluar kesanggupan dan kemampuannya! Abu Dzar pergi menuju masjidil haram dan menyerukan dengan sekeras-kerasnya suaranya: "Asyhadu Alla ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah". Setahu kita, teriakan ini merupakan teriakan pertama tentang Agama Islam yang menentang kesombongan orang-orang Quraisy dan memekakkan telinga mereka., diserukan oleh seorang perantau asing yang di Mekkah tidak mempunyai bangsa, sanak keluarga maupun pembela. Dan sebagai akibatnya, ia mendapat perlakuan dari mereka yang sebetulnya telah dimaklumi akan ditemuinya. Orang-orang musyrik mengepung dan memukulnya hingga rebah.

Berita mengenai peristiwa yang dialami Abu Dzar itu akhirnya sampai juga kepada bapa saudara Nabi, Abbas. Ia segera mendatangi tempat terjadinya peristiwa tersebut, tapi dirasanya ia tidak dapat melepaskan Abu Dzar dari cengkaman mereka kecuali dengan menggunakan diplomasi halus, maka katanya kepada mereka : "Wahai kaum Quraisy! Anda semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan singgah dikampung Bani Ghifar. Dan orang ini salah seorang warganya, bila ia bertindak akan dapat menghasut kaumnya untuk merampok kafilah-kafilahmu nanti!" merekapun sama menyadari hal itu, lalu pergi meniggalkannya. Tetapi Abu Dzar yang telah mengenyam manisnya penderitaan dalam membela Agama Allah, tak hendak meninggalkan Mekkah sebelum beroleh tambahan dari derma baktinya.

Demikianlah pada hari berikutnya, tampak olehnya dua orang wanita sedang thawaf keliling berhala-berhala Usaf dan Na-ilah sambil memohon padanya. Abu Dzar segera berdiri menghadangnya, lalu dihadapan mereka berhala-berhala itu dihina sejadi-jadinya. Kedua wanita itu memekik berteriak, hingga orang-orang gempar dan berdatangan laksana belalang, lalu menghujani Abu Dzar dengan pukulan hingga tak sadarkan diri. Ketika ia siuman, maka yang diserunya tiada lain hanyalah "bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu utusan Allah". Maklumlah sudah Rasulullah shallallahu alaihi wasalam akan watak dan tabi'at murid barunya yang ulung ini serta keberaniannya yang menakjubkan dalam melawan kebathilan. Hanya sayang saatnya belum lagi tiba, maka diulanginyalah perintah agar dia pulang, sampai bila telah didengarnya nanti Islam lahir terang-terangan ia dapat kembali dan turut mengambil bahagian dalam percaturan dan aneka peristiwanya

Comments
No one has commented on this article. Be the first!